PART 3
Sudah berapa minggu kami menjalankan sistem SAPA, NGOBROL, PULANG BARENG. Sialnya, aku yang rumahnya dekat rumah Ryan harus bersamanya tanpa ada bahan obrolan. Bahkan sangat canggung, setidaknya kalau ada Ririn aku bakal bisa ngobrol dengannya. Ririn sepertinya cemburu melihat aku yang sedikit lebih lama bersama Ryan. Ya ampuun, bicara saja kami jarang.
“Jadi aku memutuskan begini… May, bisa nggak kalau kamu gak
pulang bareng sama kita?” kata Ririn. Apa? Apa maksudnya aku diusir?
“Kamu mau CUMA berdua bersama Ryan di angkot?” kataku tanpa
basa-basi.
“Nggg… iya, tapi kalau kamu gak mau juga gak papa kok…”
katanya lagi.
“Yaa masalahnya Cuma satu. Diantara teman sekelas kita yang
aku kenal, tidak ada yang naik angkot sama dengan ku, dan itu Cuma kamu”
kataku. Lagi-lagi Rifky tiba-tiba ikut bergabung.
“Kamu bisa pulang sendiri…” kata Ririn. Jujur, aku mulai
muak dengan Ryan dan Ririn. Kenapa sih mereka gak langsung pacaran aja?
Meski dalam hati aku melarangnya.
“Terserah.” Kataku, entah mengapa aku malas membicarakan ini
semua.
“May… sorii, maksudku…” kata Ririn sambil menarik tanganku
ketika aku hendak pergi meninggalkan mereka. “Kamu boleh kok pulang bareng
kami…” kata Ririn yang sangat jelas diwajahnya ada raut keberatan.
“Pulang sama aku aja” kata Rifky tiba-tiba. HEH? Kami berdua
terdiam.
“Emang rumah kamu dimana?” tanya RIrin. “Sejalan kok… tapi
aku naik motor, jadi pulangnya aku boncengi” katanya. Tiba-tiba saja mata Ririn
berbinar-binar. Bila di gambarkan seperti anime situasi ini, akan terlihat mata
Ririn yang berbinar-binar kemudian seluruh tubuh Rifky bercahaya. Aku hanya
bisa terkikik didalam hati membayangkan hal itu. Tapi sejujurnya saja, aku
tidak pernah dibonceng sama cowok selain keluargaku. Jadi aku yakin ini akan
benar-benar CANGGUNG.
Dan disini lah aku. Duduk di jok belakang motor Rifky. Dia
memberikanku helm yang penuh dengan stiker dan terlihat jelas kalau dia adalah
anak geng motor. Tapi sebenarnya aku sangat menyukai helmnya, entah mengapa.
Aku segera memakainya dikepala. Dan aku gak tahu bahwa rasanya dibonceng dengan
cowok seperti ini. aku benar-benar merasa akan terbang.
Keuntungan dari diantar oleh Rifky, aku gak perlu lagi jalan
kaki masuk. Aku hanya menunjukkan jalannya. Yah lumayan menyenangkan.
Mama langsung mengintrogasiku ketika melihatku turun dari
motor bersama COWOK. Dia bertanya “Itu siapa?” “Kok nganter pulang?” “Kalian
gak pacaran kan?” aku pun hanya menceritakan semua tentang Ririn dan Ryan. Agar
aku tidak dinilai CABE oleh Mama ku sendiri. Lagian, mana mau aku dibonceng
sama cowok kalau tidak ada alasan yang kuat.
Aku merebahkan diri dikasur berseprai biruku. Sambil ngecek
HP. Huh! Benar-benar… lama kelamaan telkomsel bisa jadi pacarku! Dia
benar-benar perhatian sampai-sampai bikin kesal. Aku penasaran dengan Ririn dan
Ryan. Dalam hati aku merasa sakit. Aku juga gak tau kenapa. Tapi… OH IYA! 2
minggu lagi ulang tahun Ririn. Dan dia pasti senang kalau diulang tahunnya ada
sangkutannya dengan Ryan.
Semoga saja mereka benar-benar
tidak jadian entah
mengapa batinku memikirkan hal itu. Aku segera menendang jauh-jauh pikiran
tersebut. Aku gak boleh merebutnya dari Ririn. Karena aku benar-benar tahu
bahwa RIrin memang sangat menyukainya.
Aku berjalan di sepanjang koridor kelas, inilah nasibnya
duduk dibangku paling depan. Dikenal guru, otomatis akan disuruh-suruh.
Buktinya sekarang aku disuruh untuk mengambil tas bu Yani guru biologi di ruang
guru yang jaraknya dengan kelasku sangaaaaaaat jauh.
“Ah maaf…” kata seorang cewek yang tak sengaja menyenggolku
ketika turun dari tangga. Aku hanya melewatinya tetapi… tunggu… aku membalikkan
badan untuk melihatnya lebih jelas. Rupanya dia juga memikirkan hal yang sama
denganku.
“Maya?”
“Salsa?”
Aku tidak menyangka kalau Salsa, teman SDku, akan bersekolah
disini, karena seingatku hanya kami berdua yang sekolah disini.
“Kok.. kamu ada disini?” tanyaku, aku benar-benar terkejut.
Tapi selain itu, aku gak pernah bersyukur bertemu dengannya.
“Aku baru aja pindah kesini hari ini, kamu?”
“Aku emang sekolah disini..” dibalik percakapan kami, aku
merasakan nada kebencian satu sama lain. Aku gak pungkiri hal itu. Aku memang
tidak menyukainya sejak SD. Tapi bagaimana lagi, lebih baik bermuka dua dari
pada terbelit masalah.
“Ooohh… kamu kelas berapa?” tanyanya.
“9D. kamu?”
“9B.” jawabnya singkat tapi penuh kesombongan. Aku tahu apa
yang dia sombongkan. Aku tahu sangat pasti. Dia sekelas dengan Ryan.
“Semoga kamu senang…” kataku singkat dan segera
meninggalkannya.
Pelajaran Biologi pada saat itu tidak masuk kedalam otakku.
Aku terus memikirkan Salsa. Sial. Kenapa sih dia mesti pindah kesini? Dengan
pindahnya dia kesini akan semakin rumit PDKT RIrin dengan Ryan. Dan
semakin sulit kami ngobrol dengan Ryan. Cih!
Sampai saat ini aku belum memberi tahu soal ini ke Ririn
maupun Rifky. Aku hanya berpikir keras apa yang akan aku lakukan. Aku harus
menyelidikinya seorang diri terlebih dahulu. Saat bel istirahat, dengan secepat
kilat aku keluar dari ruangan, bahkan bu Yani belum keluar ruangan, inilah
untungnya duduk di bangku dekat pintu. Tak ada yang menyadarimu keluar.
Saat berjalan dikoridor tak sedikit cewek yang berjalan
bersama saling berbisik satu sama lain. Aku mulai penasaran apa yang sedang
terjadi. Dan tepat seperti dugaanku. Tepat didepan mataku Salsa dan Ryan
gandengan tangan. Lebiih tepatnya Salsa yang nempel kayak tokek di Ryan. Aku
mulai memanas. Apa sih maksudnya dia bertingkah seperti ini? memuakkan! Yang
lebih menjengkelkannya lagi, aku tidak tahu mengapa aku memanas melihatnya.
Ryan melihatku dan segera saja melepaskan dengan kasar
tangan Salsa dari lengannya. Aku hanya terdiam. Salsa akhirnya juga menyadari
kehadiranku.
“Aku akan dikenalkan sekolah ini sama Ryan…aku kan baru disini”
kata Salsa yang nada suara sangat dibuat-buat. Jujur saja, aku sangat kesal
mendengar suaranya.
“Emangnya Cuma Ryan yang tahu sekolah ini?” tanyaku tajam.
Dia hanya terdiam.
“Dan dengan melihat kamu nempel kayak tompel begitu, aku
sudah tahu dengan pasti… kamu pasti gak punya teman sekelas kan? Hah! Terlihat
jelas tahu…” seruku. Wajahnya kesal.
“Ryan! Kamu kenal cewek ini?” tanya Salsa sekali lagi dengan
nada suara yang dibuat-buatnya. Ryan memandangku. Dia lalu berjalan menujuku,
Salsa mencoba menariknya tapi sekali lagi Ryan melepasnya dengan kasar.
“Tentu saja aku mengenalnya. Aku sangat mengenalnya.Lebih
dari siapapun.” Katanya sambil membalikkan badanku dan merangkulku. Aku
terpaku. Bahkan saking gugupnya aku merasa persendianku mati! Aku hanya merasa
ditarik oleh Ryan. Ya, tepatnya dirangkul olehnya. Aku ingin
melepaskannya, tapi seperti yang kukatakan tadi, persendianku mati. Alas an yang
logis bukan?
“Yuk, Somay… Sal, mending kamu cari orang lain aja, aku
sibuk!” kata Ryan sambil berjalan dan merangkulku, dia mengatakannya tanpa
memandang Salsa. Aku tahu wajahnya berubah menjadi sangat merah sekarang.
Kami berjalan cukup jauh dari Salsa, aku masih belum bisa
bergerak saking gugupnya dan terus berjalan dirangkul oleh Ryan. Dan seketika
saja, Ririn berdiri tepat didepan kami, bersama Rifky dibelakangnya.
Ryan langsung melepas rangkulannya, akupun mulai mendapat
sendi-sendiku kembali.
“A.. apa yang kalian lakukan?” tanya Ririn. Ugh! Aku merasa
benar-benar berada di dalam sebuah drama!
“Itu.. tadi… gak sengaja… Salsa..” kataku terbata-bata.
Entah apa yang harus kujelaskan padanya.
“May? Kamu bisa bilang sejujurnya…” kata Ririn lagi.
Sekarang dia tampak ingin menangis. Aku benar-benar merasa bersalah sekarang.
Ririn pergi meninggalkan kami. Aku, Ryan, dan Rifky terdiam saling memandangi.
“Maksud kamu apa sih? Aku kira kamu lebih baik dari cewek
lain” kata Rifky lalu pergi meninggalkanku juga. Aku hanya terpaku. Ugh! Ingin
rasanya aku menangis. Aku benar-benar bersalah. Kenapa aku membiarkan Ryan
merangkulku? Seharusnya aku menolaknya. Ada apa denganku? Bahkan aku masih
merasa deg-degan. Tanpa sadar aku menangis. Aku hanya gak tahu kenapa aku
menangis.
“Ryan… kamu harus tahu...” kataku memaksa mulutku untuk
berbicara. Ini harus kukatakan. Harus.
“Moy… kok nangis?” katanya terkejut tidak mempedulikan
kata-kataku. Aku segera menghapus air mataku dan mengumpulkan kembali jiwa ku
untuk berbicara.
“Aku mau bilang… Ririn benar-benar suka sama kamu” kataku,
dalam hati aku merasakan sakit. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa sakit
yang mendalam mendengarku mengucapkan kalimat tersebut.
“Maksud kamu?”
“Maksud aku… aku berharap kamu bisa pacaran sama dia. Dan
sekarang kamu udah tahu kenapa aku mengatakan aku belum siap, ini semua karena
aku menunggu Ririn untuk tidak menyukaimu lagi. Tapi kayaknya sangat lama untuk
menunggunya benar-benar tidak menyukaimu lagi.” Aku menjelaskan semua.
Dia terdiam. Tebakan kalian semua benar. yang selalu
meng-SMSku dan mengajakku jadian adalah orang ini. Ryan Putra Aditya. Orang
yang membuatku deg-degan tak karuan dan masih mempertanyakan rasaku sama dia.
“Aku ngerti persahabatan kalian seperti apa. Tapi… kamu juga
tidak bisa menyerahkan semuanya begitu saja. Padahal, aku berharap banyak
padamu. Yang harus kamu benar-benar tahu adalah.,. aku juga benar-benar suka
sama kamu, Moy” katanya lalu pergi meninggalkanku. Aku benci situasi ini. aku
benar-benar ingin menghilang. Parahnya aku tidak bisa berhenti menangis. Apa
karena kehilangan sahabatku atau karena… aku mendengar langsung pernyataan
sukanya? Aku tidak tahu…
Aku pulang sendiri. Bahkan Ririn pindah jauh dibelakangku,
dia bahkan tidak memandangku. Aku tahu sekarang dia pulang bersama Rifky.
Buktinya adalah, dia membawa helm Rifky yang sangat kusukai itu. Mereka hanya
lewat begitu saja tanpa melihat kebelakang saat melewatiku. Aku sempat bertemu
Ryan di gerbang, dia hanya memandangku sekilas dan langsung naik angkot. Apa
yang terjadi dengan orang-orang disekelilingku?
Aku pulang tanpa semangat sedikitpun. Yang kulakukan hanya
memandangi HPku sampai kuputuskan untuk bermain internet. Aku mencoba mengajak
chat Kuls. Sayangnya dia offline. Setidaknya dialah satu-satunya orang yang
kukenal meski bukan didunia nyata yang aku rasa tidak memusuhiku. Dia tak
membalas chatku. Aku akhirnya memutuskan untuk pergi berjalan-jalan. Kemana
saja. Aku mengelilingi kompleks perumahanku berkali-kali. Dan Duduk di kursi
pinggiran jalan.
Tanpa sadar aku menyadari satu hal. Aku tidak punya teman
yang benar-benar temanku kecuali mereka bertiga. Dulu, aku merasa dikelilingi
oleh teman-temanku. Tapi sekarang? Aku benar-benar merasa mereka menghilang.
Biar kucaripun sampai pogek juga gak bakal ketemu kecuali mereka bertiga.
Seandainya saja… aku tidak mengenal Ryan. Apa aku akan
mengalami hal ini? seandainya saja aku tidak mengenal Ririn… apa aku dapat
dengan bebas menyukai Ryan? Seandainya saja aku tidak mengenal Rifky… apa Ririn
dan Ryan tidak akan sedekat ini? aku tidak tahu jawabannya. Sama sekali tidak
tahu.
Aku hanya berdiri didepan pintu, menunggu apa yang akan
terjadi kepadaku nantinya. Aku sangat ingin bicara dengan Ririn atau Rifky.
Atau siapa saja… pagi ini sepertinya aku terlalu cepat datang, buktinya adalah
baru sekitar 10 orang yang ada didalam kelas.
“Hei, kau temannya Ririn kan?” kata seorang cewek dengan
baju seragam super ketat, aku heran kenapa guru BK bungkam melihat bajunya,
malah aku sendiri yang risih melihatnya. Mendengar pertanyaannya, aku tidak
langsung menjawabnya. Bahkan aku kurang yakin aku masih temannya atau bukan.
“Heellooo? Ada orang? Aku nanya, kamu temannya Ririn atau
bukan?” katanya lagi. Aku mendengus kearahnya.
“Ada apa kau mencarinya?” jujur, aku sangat tidak suka
caranya bicara kepadaku. Terlalu kasar bagi orang yang pertama kali aku temui.
“Aku hanya ingin melihat seCANTIK apa cewek yang bisa dapat
hatinya Ryan” katanya. Ha? Apa yang dikatakannya?
“Maksudmu?” tanyaku benar-benar tidak mengerti.
“Dasar cewek kuper. Info besar begini saja kau tidak tahu!
Ayo.” Katanya sambil mengintruksikan pergi dari sini kepada 2 temannya. Bahkan
aku tidak menyadari kehadiran dua orang itu.
Aku kembali memikirkan perkataan cewek itu. Sampai ketika
Ririn datang. wajahnya jauh lebih cerah dibanding dengan wajah suramku.
“May!! Aku punya berita besar!!” tunggu. Apa dia berbicara
padaku? Aku celingak-celingukan sendiri. “Ngapain sih?” tanyanya.
“Kamu bicara sama aku?” kataku gugup.
“Aduuh! Tentu saja! Memangnya dikelas ini ada yang punya
nama May selain kamu?” aku hanya terdiam. Melihat sikapnya seperti ini aku
merasa kembali bersalah.
“Mayaaa??” panggilnya yang berhasil membuyarkan lamunanku.
“Kukira kamu marah padaku” kataku berusaha tidak menatap
matanya. Dia hanya cekikikan. “Nggak, nggak lagi… kamu harus dengar ini!”
katanya sambil menarikku mendekat. Dia akan membisikkan sesuatu.
“Aku pacaran sama Ryan”
DEEGH…
“A…apa? Kok.. kok bisa?” kataku. Aku tidak mengerti ini
semua.
“Hhihhihi… tadi malam dia menelponku, katanya dia gak maksud
buat merangkul kamu, itu juga karena terpaksa, dia juga ceritain soal Salsa
anak baru dikelasnya, setelah itu dia nembak aku…lucukan? Aku juga gak
tahu dari mana dia tahu aku suka sama dia..” ceritanya. Aku terdiam. Aku hanya
tidak bisa berkata apa-apa. Mendengarnya sendiri membuat hatiku sakit. Apa Ryan
pacaran sama Ririn karena aku bilang sama dia kalau Ririn benar-benar
menyukainya? Atau sejak awal dia memang suka sama Ririn… tapi, kalau begitu,
untuk apa dia mengatakan kalau dia suka sama aku? Ugh! Aku benar-benar tidak
mengerti!
“May?”
“Ah! Waah selamat yah! Akhirnya jadian juga… kamu harus
naktir aku!” kataku sambil tertawa yang sangat dipaksakan. Aku
benar-benar ingin menghilang sekarang.
Saat istirahat banyak sekali cewek yang datang dikelasku dan
mencari Ririn. Begitulah resiko pacaran dengan cowok populer. Kadang setelah
melihat Ririn, cewek-cewek tersebut memandang rendah kearahnya. Aku sangat
yakin mereka hanya iri.
Berita pacarannya Ririn dan Ryan sudah menyebar dengan luas.
Aku salut dengan orang-orang zaman sekarang, dengan teknologi dalam 1 jam
berita seperti ini dapat menyebar dengan cepat.
Sebentar lagi ulang tahunnya Ririn. Dia berniat mengajak
kami nonton bareng. Aku, Rifky, Ririn, dan tentu saja Ryan. Aku sih senang bisa
jalan bersama mereka, tapi aku tidak yakin bagaimana perasaanku kalau aku melihat
Ririn dan Ryan bersama.
Aku masih berbaring malas diatas tempat tidur yang penuh
dengan buku cetak dan buku tugas. Sekilas aku memikirkan sesuatu. Apa yang
kupikirkan adalah. Untuk bertemu dengan Kuls. Cewek yang biasa kuajak
chat digmail. Aku akan menanyakan dimana dia tinggal, siapa tahu dia berada
tidak jauh dari tempatku. Yaa.. siapa yang tahu?
Saat buka internet dia sedang on. Ini kesempatan yang bagus.
Me :Hai!
Kuls :Hai juga…
Me :Kamu tinggal dimana sih?
Kuls :Kok tiba-tiba nanya? Hahaha… XD
Me: Nggak, mau tau aja :3
Kuls: Di Bandung. Kamu?
Me: Bandung? Aku juga! Jangan-jangan rumah kita deketan,
hahahaa..
Kuls :Mustahil… kamu juga di Bandung? Mau ketemuan?
Me: Ke… ketemuan?
Kuls :Iya,
aku jadi penasaran muka kamu bagaimana… yaa, siapa tahu kita bisa berteman dekat.
Kamu kelas 11 juga kan?
Me :Iya… eenngg… mau ketemu dimana nih?
Kuls :Nanti kukasih tau
Me: Hmm.. oke,
Aku benar-benar
penasaran bagaimana wajahnya. Tapi… bagaimana kalo dia orang jahat? Aku butuh
pertolongan Ryan. Eh, maksudku Rifky…
Akhirnya,
hari dimana hari istimewa Ririn tiba. Yap! Hari ini ulang tahunnya, dan pas
dengan hari minggu. Kami bertiga (aku, Rifky, Ryan) ditraktir nonton… yeeayy! Dan
perlu kalian tahu bahwa hari ini juga aku akan bertemu dengan Kuls. Duh! Senangnyaaa…
semoga saja dia cewek yang baik.
“Filmnya
seru… mau kemana setelah ini?” Tanya Ririn.
“Aku…
akan ke A&W sebentar, nanti aku nyusul…” kataku, disana tempat janjianku
dengan Kuls. Aku sengaja memilih tepat yang rame.
“Sekalian
aja makan disana… mau kan?” kata Ririn. Ide bagus.
“Baiklah…”
Kami berjalan
menuju kesana, aku lalu mengiriminya email bahwa aku sudah menuju kesana. Dia
tidak membalasnya.
Kami duduk
di luar, dekat patung-patungnya itu. Aku lalu menanyakan dimana dia, dia
menjawabnya juga sudah ada disini. Spontan, aku celingak-celingukan… tapi tetap
saja tak ada yang seperti dia.
“Hei…
ngobrolin sesuatu dong, sepi banget!” Kata Ririn. Aku hanya mengangguk tapi
masih sibuk dengan hp. Begitu pula yang lain. Suara HP kami seperti
bersahut-sahutan sibuk dengan urusan masing-masing.
Me: Kamu
pake baju apa?
Kuls:
Biru muda, kamu?
Me: Pink
hitam. Kok aku belum lihat kamu sih? Banyak orang disini X(
Dia tidak
membalasnya.
“Hei
take a selfie dong!” kata Ryan. He? Tumben. Dia pun mengangkat HPnya dan..
JEPRET.
Setelah
itu semua kembali sibuk dengan HP mereka.
Ah! Ini
dia akhirnya dia membalasnya.
HEH?!
Tu… tunggu… tunggu dulu…
Manami lanjutannyaaaa
BalasHapus