Kelas
2 SMA memang menyenangkan, apalagi ketika menyangkut liburan berkedok study tour :D di sekolahku dulu setiap
kelas 2, kami akan ditawarkan untuk pergi study
tour ke salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang kaya akan budaya. Pergi
ke daerah lain bersama teman pasti menyenangkan, apalagi rombongan. Selalu ada
kisah-kisah menarik yang dapat dikenang seiring berjalannya waktu.
Tahun
2017, saya dan sebagian besar teman kelas mengikuti study tour di Toraja. Kami sangat bersemangat semenjak hari pertama
keberangkatan. Di dalam bus kami melakukan banyak aktivitas yang beragam.
Bernyanyi tentu saja sudah menjadi hal wajib, mengolok-olok satu sama lain, dan
berbagai macam yang sulit dideskripsikan satu-satu. Rasanya 12 jam perjalanan
menjadi sangat singkat.
Kami yang berangkat pagi, baru tiba di penginapan sekitar tengah malam. Saat itu Desember, sehingga nuansa natal begitu terasa di Toraja. Ketika sampai di penginapan, Guru sejarah yang menjadi koordinator study tour kala itu telah membagi-bagi kamar sesuai nomor urut absen. Saya yang mempunyai huruf awal S harus menerima kenyataan bahwa akan tidur di kamar kelas lain. Awalnya saya mencoba menerima kenyataan, namun dikarenakan kegiatan ini semi liburan dan sangat disayangkan apabila kita tidak menghabiskan waktu dengan teman-teman sepergaulan. Sehingga saya dan teman saya yang menjadi korban absen terakhir, memilih untuk minggat ke kamar lain yang berisi teman-teman sekelas.
Kamar
itu sudah sangat penuh ditambah dengan kedatangan kami. Meski begitu, teman-teman
tetap menyambut kami dengan tangan terbuka (Aww). Kamar yang penuh membuat kami
berebutan oksigen dan saling mengeluarkan karbondioksida, sehingga menyebabkan
kamar menjadi lebih panas. Sima yang kala itu sedang berada di dekat pintu,
diminta untuk membuka pintu agar sirkulasi udara lancar. Akan tetapi, ketika
pintu di buka, udara dingin dari luar menerobos masuk, sehingga kami langsung merasakan
udara dingin menyambar kulir. Sempat perdebatan kecil muncul, apakah pintu
tetap dibuka atau ditutup, yang pada akhirnya pintu hanya dibuka setengah
(Sungguh jalan tengah yang menarik).
Hari
kedua di Toraja, pagi kami disambut dengan wajah bengkak karena makan mie
tengah malam D: meski begitu kami tetap ceria menjalani perjalanan (maksudnya
pelalajaran).
Hari
ketiga kami dijadwalkan pulang. Berdasarkan jadwal di awal, kami akan melakukan
kunjungan terakhir ke Negeri di Atas Awan, namun tersebar desas-desus bahwa kami
akan langsung pulang ke Makassar dan tidak balik lagi ke penginapan. Kami yang
tidak ingin tergesa-gesa di pagi hari memilih untuk begadang demi membereskan
barang-barang, dan menyiapkan baju untuk hari esok (sampai menyetrika!). Dini
hari, sekitar jam 3 atau 4, suara sirine toak berbunyi dan membangunkan kami.
Selagi menunggu salah satu kawan yang sedang melakukan bisnis di wc, kami pun
bertukar cerita (Kalau sekarang lebih dikenal dengan gibah). Setelah salah satu
kawan tersebut selesai, kami pun satu persatu masuk untuk mandi (meskipun ada
beberapa yang memilih untuk tidak menyentuh air banyak-banyak karena dingin).
Terhanyut dalam sesi sharing session, kami
mulai menyadari bahwa keadaan di luar yang tadinya lumayan ribut mulai hening.
Beberapa dari kami (Termasuk saya sendiri) mengecek keadaan di luar, kami
mendapati beberapa pasang sepatu dan sandal masih berada di depan pintu
masing-masing kamar, sehingga kami pun masuk kembali dan melaporkan bahwa tidak
ada sesuatu yang penting terjadi. Kami pun melanjutkan cerita.
Setelah
sebagian besar dari kami telah siap dari segi penampilan dan barang bawaan,
kami pun keluar dengan niat memilih bus yang terbaik. Saya, Ainun, Eka, Chae,
Indah dan Sima (kurang lebih orang-orang ini) bersama barang bawaan, kami
dengan bangga melewati kamar-kamar yang penghuninya masih tidur, menganggap
kami merupakan satu-satunya orang yang mengawali pagi dengan semangat. Kami
menuju tempat bus dan melihat bus yang terparkir.
Entah
mengapa perasaan anehpun menghampiri. Salah satu sopir bus yang melihat kami
bertanya, “Mau kemana, dek?”, heran dengan pertanyaan pak sopir, kami hanya
menjawab sekenanya, “Ke Lolai, paK, yang Negeri di atas Awan”
“Ke
lolai, pergi semua mi teman mu tadi
naik pick up.” kata pak Sopir, kami
saling memandang. Lebih tepatnya terkejut dengan pernyataan pak Sopir.
“Kalian
yang dari Makassar toh?” lanjutnya.
“Iye,
pak” jawab kami. Meski sempat mengalami delay informasi, kami pun menyadari
bahwa kami bukan yang pertama melainkan yang terakhir atau lebih tepatnya
terlambat :)
“Jadi
tidak adami yang mau pergi ke sana pak?” tanya kami yang cemas-cemas sedaap. Pak
Sopir berkata bahwa dia akan pergi ke sana, Ainun kemudian bertanya dengan
sopan, “Bisa numpang, pak?”. Tidak lama kemudian datang satu pick up, dan kami pun diarahkan untuk
menaiki pick up tersebut. Kami pun
menanyakan perihal kepulangan kami, dan ternyata kami pulang setelah dari Lolai,
teman-temanpun tidak ada yang membawa barang-barang mereka karena akan kembali
ke penginapan. Setelah mendapat cukup informasi, kami segera tergopoh-gopoh
untuk kembali ke kamar. Perasaan campur aduk mengiringi langkah kami, mulai
dari perasaan cemas hingga merasa lucu akan ketololan kami.
Setelah
sampai di kamar, dan menyampaikan informasi yang tentu saja membuat teman-teman
yang masih berleha-leha terlonjak kaget. Kami dengan kecepatan yang tak terduga
segera meninggalkan kamar, dan lari menuju pick
up. Di atas pick up, kami mulai
bertanya-tanya mengapa tidak mendapat informasi. Ada beberapa yang berpendapat
bahwa sirine tadi merupakan tanda kita harus segera kumpul, tapi malah disalahartikan
untuk bangun. Yaa, setelah dipikir-pikir bunyi sirine juga beberapa kali
terdengar, tapi kami menghiraukan bunyi tersebut :)
Di
perjalanan, kami mencoba menghubungi teman kelas laki-laki yang diperkirakan
sudah ada di lokasi. Beberapa kali kami menelpon, tapi tidak ada yang
mengangkat. Hingga akhirnya salah satu dari kami ditelpon dan ditanyakan posisi
keberadaan kami yang tidak terlihat di lokasi. Karena tidak ingin menjadi
bulan-bulanan akibat ketololan kami yang terlambat, kami mengatakan bahwa kami
menaiki pick up terakhir.
Sesampainya
di Lolai, matahari sudah sedikit nampak, padahal Lolai merupakan tempat yang
tepat untuk menyambut sunrise. Beberapa
teman menanyakan kenapa kami begitu lama, dan menerka-nerka bahwa kami
terlambat, namun kami segera menepis serangan tersebut dengan berbagai macam
alasan yang beragam :D
Sepulang dari Lolai, kami kembali ke penginapan dan sempat beristirahat hingga sekitar pukul 11.00. Teman-teman yang belum mandi, memutuskan untuk mandi kembali. Sedangkan kami yang sudah sangat siap memilih untuk tidur karena terlalu lelah mempersiapkan diri sejak dini hari.
Hasil dari liburan study tour
kamu lupa drama BAB sebelum ke lolai yang menjadi salah satu faktor keterlambatan
BalasHapus