Selasa, 18 Januari 2022

Liburan Berkedok Study Tour :D

 

Kelas 2 SMA memang menyenangkan, apalagi ketika menyangkut liburan berkedok study tour :D di sekolahku dulu setiap kelas 2, kami akan ditawarkan untuk pergi study tour ke salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang kaya akan budaya. Pergi ke daerah lain bersama teman pasti menyenangkan, apalagi rombongan. Selalu ada kisah-kisah menarik yang dapat dikenang seiring berjalannya waktu.

Tahun 2017, saya dan sebagian besar teman kelas mengikuti study tour di Toraja. Kami sangat bersemangat semenjak hari pertama keberangkatan. Di dalam bus kami melakukan banyak aktivitas yang beragam. Bernyanyi tentu saja sudah menjadi hal wajib, mengolok-olok satu sama lain, dan berbagai macam yang sulit dideskripsikan satu-satu. Rasanya 12 jam perjalanan menjadi sangat singkat.

Kami yang berangkat pagi, baru tiba di penginapan sekitar tengah malam. Saat itu Desember, sehingga nuansa natal begitu terasa di Toraja. Ketika sampai di penginapan, Guru sejarah yang menjadi koordinator study tour kala itu telah membagi-bagi kamar sesuai nomor urut absen. Saya yang mempunyai huruf awal S harus menerima kenyataan bahwa akan tidur di kamar kelas lain. Awalnya saya mencoba menerima kenyataan, namun dikarenakan kegiatan ini semi liburan dan sangat disayangkan apabila kita tidak menghabiskan waktu dengan teman-teman sepergaulan. Sehingga saya dan teman saya yang menjadi korban absen terakhir, memilih untuk minggat ke kamar lain yang berisi teman-teman sekelas.

Kamar itu sudah sangat penuh ditambah dengan kedatangan kami. Meski begitu, teman-teman tetap menyambut kami dengan tangan terbuka (Aww). Kamar yang penuh membuat kami berebutan oksigen dan saling mengeluarkan karbondioksida, sehingga menyebabkan kamar menjadi lebih panas. Sima yang kala itu sedang berada di dekat pintu, diminta untuk membuka pintu agar sirkulasi udara lancar. Akan tetapi, ketika pintu di buka, udara dingin dari luar menerobos masuk, sehingga kami langsung merasakan udara dingin menyambar kulir. Sempat perdebatan kecil muncul, apakah pintu tetap dibuka atau ditutup, yang pada akhirnya pintu hanya dibuka setengah (Sungguh jalan tengah yang menarik).

Hari kedua di Toraja, pagi kami disambut dengan wajah bengkak karena makan mie tengah malam D: meski begitu kami tetap ceria menjalani perjalanan (maksudnya pelalajaran).

Hari ketiga kami dijadwalkan pulang. Berdasarkan jadwal di awal, kami akan melakukan kunjungan terakhir ke Negeri di Atas Awan, namun tersebar desas-desus bahwa kami akan langsung pulang ke Makassar dan tidak balik lagi ke penginapan. Kami yang tidak ingin tergesa-gesa di pagi hari memilih untuk begadang demi membereskan barang-barang, dan menyiapkan baju untuk hari esok (sampai menyetrika!). Dini hari, sekitar jam 3 atau 4, suara sirine toak berbunyi dan membangunkan kami. Selagi menunggu salah satu kawan yang sedang melakukan bisnis di wc, kami pun bertukar cerita (Kalau sekarang lebih dikenal dengan gibah). Setelah salah satu kawan tersebut selesai, kami pun satu persatu masuk untuk mandi (meskipun ada beberapa yang memilih untuk tidak menyentuh air banyak-banyak karena dingin). Terhanyut dalam sesi sharing session, kami mulai menyadari bahwa keadaan di luar yang tadinya lumayan ribut mulai hening. Beberapa dari kami (Termasuk saya sendiri) mengecek keadaan di luar, kami mendapati beberapa pasang sepatu dan sandal masih berada di depan pintu masing-masing kamar, sehingga kami pun masuk kembali dan melaporkan bahwa tidak ada sesuatu yang penting terjadi. Kami pun melanjutkan cerita.

Setelah sebagian besar dari kami telah siap dari segi penampilan dan barang bawaan, kami pun keluar dengan niat memilih bus yang terbaik. Saya, Ainun, Eka, Chae, Indah dan Sima (kurang lebih orang-orang ini) bersama barang bawaan, kami dengan bangga melewati kamar-kamar yang penghuninya masih tidur, menganggap kami merupakan satu-satunya orang yang mengawali pagi dengan semangat. Kami menuju tempat bus dan melihat bus yang terparkir.

Entah mengapa perasaan anehpun menghampiri. Salah satu sopir bus yang melihat kami bertanya, “Mau kemana, dek?”, heran dengan pertanyaan pak sopir, kami hanya menjawab sekenanya, “Ke Lolai, paK, yang Negeri di atas Awan”

“Ke lolai, pergi semua mi teman mu tadi naik pick up.” kata pak Sopir, kami saling memandang. Lebih tepatnya terkejut dengan pernyataan pak Sopir.

“Kalian yang dari Makassar toh?” lanjutnya.

“Iye, pak” jawab kami. Meski sempat mengalami delay informasi, kami pun menyadari bahwa kami bukan yang pertama melainkan yang terakhir atau lebih tepatnya terlambat :)

“Jadi tidak adami yang mau pergi ke sana pak?” tanya kami yang cemas-cemas sedaap. Pak Sopir berkata bahwa dia akan pergi ke sana, Ainun kemudian bertanya dengan sopan, “Bisa numpang, pak?”. Tidak lama kemudian datang satu pick up, dan kami pun diarahkan untuk menaiki pick up tersebut. Kami pun menanyakan perihal kepulangan kami, dan ternyata kami pulang setelah dari Lolai, teman-temanpun tidak ada yang membawa barang-barang mereka karena akan kembali ke penginapan. Setelah mendapat cukup informasi, kami segera tergopoh-gopoh untuk kembali ke kamar. Perasaan campur aduk mengiringi langkah kami, mulai dari perasaan cemas hingga merasa lucu akan ketololan kami.

Setelah sampai di kamar, dan menyampaikan informasi yang tentu saja membuat teman-teman yang masih berleha-leha terlonjak kaget. Kami dengan kecepatan yang tak terduga segera meninggalkan kamar, dan lari menuju pick up. Di atas pick up, kami mulai bertanya-tanya mengapa tidak mendapat informasi. Ada beberapa yang berpendapat bahwa sirine tadi merupakan tanda kita harus segera kumpul, tapi malah disalahartikan untuk bangun. Yaa, setelah dipikir-pikir bunyi sirine juga beberapa kali terdengar, tapi kami menghiraukan bunyi tersebut :)

Di perjalanan, kami mencoba menghubungi teman kelas laki-laki yang diperkirakan sudah ada di lokasi. Beberapa kali kami menelpon, tapi tidak ada yang mengangkat. Hingga akhirnya salah satu dari kami ditelpon dan ditanyakan posisi keberadaan kami yang tidak terlihat di lokasi. Karena tidak ingin menjadi bulan-bulanan akibat ketololan kami yang terlambat, kami mengatakan bahwa kami menaiki pick up terakhir.

Sesampainya di Lolai, matahari sudah sedikit nampak, padahal Lolai merupakan tempat yang tepat untuk menyambut sunrise. Beberapa teman menanyakan kenapa kami begitu lama, dan menerka-nerka bahwa kami terlambat, namun kami segera menepis serangan tersebut dengan berbagai macam alasan yang beragam :D

Sepulang dari Lolai, kami kembali ke penginapan dan sempat beristirahat hingga sekitar pukul 11.00. Teman-teman yang belum mandi, memutuskan untuk mandi kembali. Sedangkan kami yang sudah sangat siap memilih untuk tidur karena terlalu lelah mempersiapkan diri sejak dini hari.


                                                    Hasil dari liburan study tour

Banyak yang bilang seram, tapi menurutku oke ji. Sayangnya si nenek jatuh dan hilang :(


1 komentar:

  1. kamu lupa drama BAB sebelum ke lolai yang menjadi salah satu faktor keterlambatan

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...