Jumat, 23 Desember 2022

Mari masuk, para pelanggan buku!


Saya akan sedikit bercerita mengenai kejadian yang kerap kali terjadi ketika saya sedang berbakti.

Kisah pertama tentu yang baru saja terjadi.

Hari ini, Umi pergi ke Soppeng, Abi dan adikku pergi ke Bantaeng. Tersisalah kami para putri di rumah. Biasanya, kalau umi dan abi tidak ada, toko akan ditutup, karena saya pribadi takut jaga toko sendiri, apalagi di sekitar rumah tidak jarang bernuansa Texas. Namun, karena saat ini ada kakak kedua saya, kami pun bergantian jaga toko. Sore hari, masuklah satu orang pengunjung. Dari penampilannya, terlihat seperti mahasiswa tahun awal. Ia mencari buku filsafat. Saya yang lumayan paham letak-letak buku pun menyodorkan beberapa pilihan. Ternyata, dia mencari satu buku yang spesifik (Kenapa tidak bilang dari tadi?:D). Buku yang tidak familiar membuat saya mesti meminta pertolongan kepada umi. Saya pun berniat mengambil hp di dalam rumah dan memintanya tunggu sebentar. Saya sedikit berlari kecil. Bukan tanpa alasan, melainkan salah satu kekhawatiran saya jika mengatakan tunggu kepada pengunjung, yaitu ketika orang tsb mengikuti saya masuk ke dalam rumah. Ya.. bisa dibayangkan bagaimana kecanggungan dapat tercipta begitu saja. Kekhawatiranku ini juga berdasarkan pengalaman...

Saya pun segera masuk, dan berhasil membuat pelanggan itu tidak mengikuti saya masuk ke rumah. Saya kemudian mengambil hp dan menelpon bala bantuan, menanyakan perihal buku yang dia cari. Stoknya ternyata kosong. Si Pelanggan pun mulai melihat buku-buku lain, dan menemukan satu buku. Ia kemudian menanyakan perihal harga. Saya mencoba mengecek belakang buku. wagadaw.. tidak ada harganya. Saya kemudian menelpon umi sekali lagi. Sayangnya, umi juga ragu berapa harga buku tersebut, dan mengatakan akan mengecek di web dulu. Saya pun meminta si Pelanggan untuk menunggu sekali lagi. Cukup lama waktu berselang, saya pun chat umi, menanyakan apa sudah dapat atau belum. Ternyata umi mendapat dua harga berbeda, dan akan menelaah harga lebih jauh. Saya mulai mencuri pandang ke calon pembeli. Ia tengah asik melihat-lihat buku lain. Agak lama menunggu, umi masih belum mendapatkan harga yang pas, dan akan menelpon toko buku lain mengenai harga buku ini (Ya.. sulit dijelaskan mengenai hal ini). Saya pun melirik sedikit ke si Pelanggan. Dia tidak lagi melihat-lihat buku, akan tetapi hanya memandang saya, menunggu jawaban. Seketika rasa panik pun menggerogoti, saya merasa terbebani dengan tatapan si doi. Sayapun mencoba menghubungi umi sekali lagi. Ternyata, pemilik toko buku yang ditempati bertanya tidak aktif (cry). Akhirnya, umi pun memutuskan untuk memilih salah satu harga. Segera saya memberitahu info ini kepada calon pembeli. Setelah mengetahui harganya, ia pun memutuskan untuk membeli buku tersebut.

Yah.. harapanku, semoga pelanggan tersebut masih ingin berbelanja di toko kami, meski pelayanannya cukup memakan waktu D:

Apa yang terjadi di bulan Juli?

 Setelah bulan sebelumnya saya sempat menceritakan mengenai seseorang, bulan Juli juga merupakan bulan di mana saya menyadari kehadiran seseorang lain. 

Awal mengenalnya cukup unik, dan terjadi sekitar semester 4 (Sekarang saya semester 9 :D (masuk 10)). Semester 4 merupakan semester yang cukup rumit, dikarenakan banyak mata kuliah yang membuat geleng-geleng kepala. Salah satu mata kuliah yang membuat saya cukup mempertanyakan mengapa mengambil jurusan psikologi, yaitu mata kuliah psikometri lanjut. Tugas akhir dari mata kuliah ini meminta mahasiswa untuk mencari 100 responden untuk mengisi skala. 100 responden di kota Makassar mungkin terdengar sedikit, apalagi jika kamu lahir dan besar di sini. Akan tetapi, saya juga cukup sulit untuk menemukan orang yang mau mengisi banyak pertanyaan membosankan, dan terlebih lagi, responden antar mahasiswa tidak boleh sama :D

Untuk mengatasi motivasi orang-orang yang tidak mau mengisi skalaku, saya menghadiahkan responden yang beruntung pulsa 50k. Setelah menyebar sana-sini, dan meminta tolong berbagai teman untuk mengisinya, sayapun akhirnya bisa mendapatkan responden sebanyak 100 orang. Saya pun mengolah data dan menyelesaikan tugas akhir, tidak lupa untuk mengundi responden yang beruntung. Kutemukanlah sosok beruntung itu, yang di kemudian hari akan membuat hariku seberuntung dirinya. 

Namanya asing. Bukan salah satu dari teman atau sekedar kenalanku. Setelah melihat identitasnya, ternyata dia merupakan teman dari teman SMP-ku. Kuhubungilah teman SMP-ku, menanyakan apa benar orang yang beruntung ini merupakan temannya. Ternyata benar. Setelah mendapat konfirmasi, saya pun segera menghubunginya. Memperkenalkan diri dan tidak lupa berterima kasih telah mengisi skalaku. Kesan pertama chat dengannya adalah sangat dingin. Padahal saya sudah mencoba untuk seceria mungkin. Yah, tanpa basa-basi, saya pun segera mengirim pulsa dan selesai sudah percakapan kami. 

Beberapa saat kemudian, orang yang bernama sama lewat di rekomdasi follow ig-ku. Ku coba lihat profilnya. Terkunci. Tapi di bionya sudah terpasang nama seorang perempuan. Saya pun tidak jadi mem-follownya. Jika ditanya kenapa tidak follow hanya karena seorang nama perempuan di bionya, saya hanya akan menjawab... yah untuk lebih menghargai orang yang sudah punya pasangan saja. 

Beberapa lama kemudian, saya sedang mengedit ucapan selamat atas terpilihnya ketua di salah satu mapala. Namanya tidak asing. Namun, wajahnya sama sekali tidak kukenali. Karena tidak begitu ingin tahu, saya pun tidak mencari tahu. Beberapa bulan kemudian, orang beruntung tersebut lewat kembali di rekomendasi follow ig. Dalam hati saya mengatakan, namanya tidak asing. Ku coba cek profilnya, dan saya pun mengingat orang beruntung tersebut. Kali ini tidak ada lagi nama perempuan yang nangkring di bionya, melainkan id mapala yang dimasukinya. Saya pun mengklik tombol follow, karena sesama anak mapala. 

Tidak lama kemudian, sg orang tersebut muncul. Dan entah dari mana perasaan sokabku berasal, saya pun membalas storynya, mengatakan bahwa masih ingatkah dia dengan skala yg diisinya. Ternyata masih. Dia kemudian mengenaliku sebagai anak mapala juga, mungkin dilihat dari beberapa postingan dan orang yang mengikutiku di ig. Semenjak itulah, kerap kali kami membalas story satu sama lain, namun tidak pernah bertatap wajah secara langsung. 

Hingga sampai di mana saya mesti ke sekret mapalanya untuk meminjam alat. Di situ saat kami bertemu langsung. Kesan awal yang muncul adalah seram. Meski sudah ada gambaran dari beberapa foto, melihatnya secara langsung membuatku cukup tertegun. Mungikin karena aura sebagai ketua dan anak teknik yang dipancarkannya, membuatku sedikit berbicara. Namun, setelah pertemuan itu, dia lebih sering melancarkan 'aksi'. 

Singkat cerita, di bulan Juli, saya dan beberapa teman ingin mendaki namun hanya perempuan saja. Cukup beresiko memang, akan tetapi kami enggan untuk mengajak laki-laki, terutama yang dari mapala kami. Banyak alasan, dan tidak patut untuk disampaikan satu-satu (YTTW). Setelah berbagai macam pertimbangan, kami pun memutuskan untuk mengajak laki-laki tapi bukan dari mapala kami. Salah satunya adalah Dia yang beruntung. Setelah pendakian itu, saya mulai menyadari kehadiran dia yang beruntung.

Bulan Juli mungkin akan menjadi bulan yang cukup berkesan, karena banyak hal bahagia yang terjadi. Jika ingin dipaparkan satu persatu mungkin akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk menceritakannya :D


UPDATE-AN TERBARU : SAYA DISELINGKUHI GAES, TERNYATA BLIO LELAKI KARDUS AWIKWOK

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...